Assalamu'alaikum....Blog ini kami buat, semata-mata hanya mengharapkan ridha Illahi Ta'ala. Adapun tulisan yang ada di dalamnya tidak menutup kemungkinan banyak kesalahan dan kekurangan, oleh sebab itu kami mengharapkan saran dan kritik bagi pengunjung sekalian demi kemaslahatan bersama. Wassalamu'alaikum....
Dia adalah seorang insinyur dalam
bidang computer. Ia memulai perjalanannya bersama al-Quran saat berumur 39
tahun. Ketika itu ia datang ke salah satu halaqah[1]
orang-orang tua yang ada di sebuah masjid.
Saat
ia sudah berada di dalam halaqah tersebut ia mengajukan permohonan kepada
Syaikhnya agar diizinkan untuk menghafal satu ayat setiap harinya.
Seluruh
orang yang hadir di halaqah sangat terkejut mendengar permohonan tersebut,
seraya berkata kepadanya, “ Umurmu akan habis sebelum kamu menyelesaikan
hafalanmua”. Tapi ia tetap bersikeras dengan permohonan tersebut dan Syaikhnya
pun menyetujuinya.
Setiap
hari ia mendatangi Syaikhnya dan membacakan ayat dari mushaf. Lalu Syaikh
mengoreksi bacaannya. Pada hari berikutnya ia datang untuk memperdengarkan
hafalannya.
Ia
menceritakan tentang dirinya,” Sungguh saya menikmati cara belajar yang baik
ini, meskipun sebenarnya saya mampu menghafal lebih dari itu. Tapi saya
membiasakan diri untuk melakukan hal ini”.
Ia
adalah seorang rajin yang selalu hadir dan tidak pernah terlambat, hari demi
hari,bulan demi bulan. Waktupun berlalu hingga ketika ia sudah sampai pada
surah-surah terakhir dari al-Quran ia pun menambah jumlah ayat yang dihafal
setiap hari karena ayat-ayatnya pendek dan mudah dihafal. Akhirnya, ia dapat
menyempurnakan hafalannya dan mendapatkan ijazah qira’at Hafs dari Ashim yang
sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Anehnya,
teman-temannya yang dahulu belajar al-Qur’an bersamanya yang mereka lebih
dahulu menghafal, sampai saat ini belum menamatkan hafalan, karena mereka tidak
rajin hadir. Itulah keutamaan yang diberikan Allah kepada siapa saja yang
dikehendaki. Dia-lah pemilik keutamaan yang agung.
[1] .
Halaqah adalah kumpulan atau kelompok orang yang belajar agama dari seorang
syeikh atau ustadz.
Gurah adalah cara pengobatan secara tradisional
yang bertujuan untuk mengeluarkan lendir dari dalam tubuh seseorang dengan
menggunakan ramuan herbal dari tumbuh tumbuhan tanpa campuran bahan kimia. Ramuan
herbal sama manfaatnya dengan obat-obat kimia, namun obat herbal lebih aman
dibandingkan dengan obat-obat kimia. Efek sampingnya pun tidak seperti obat
kimia. Maka dari itu dalam Gurah tidak memakai bahan-bahan kimia sedikitpun.
Gurah merupakan cara terapi tradisional yang
diwariskan oleh para leluhur dari tanah Jawa, terkhusus jawa tengah, dalam
tradisi warga masyarakat Wukir Sari, imogiri, Bantul, Yogyakarta gurah
dilakukan dengan meneteskan ekstrak daun Srigunggu (Clerodendron Serratum) ke
lubang hidung atau melalui mulut pasien.
Selain bermanfaat bagi mereka yang memang
memerlukan suara bagus dan untuk perawatan kesehatan organ tubuh dari berbagai
lendir yang bersifat negative, bergurah juga sangat bermanfaat untuk membantu
mengobati dan meringankan dari gangguan berbagai penyakit, diantaranya : batuk
menahun, Pilek Menahun, Sinusitis, Polip, dan lain-lain.
TATA CARA PROSES TERAPI GURAH SECARA
TRADISIONAL ADALAH SEBAGAI BERIKUT :
Proses pengobatan gurah sangat mudah, yakni
pertama kalinya menyiapkan ramuannya terlebih dahulu yaitu akar srigunggu yang
sudah ditumbuk dan dihaluskan. Kemudian serbuk srigunggu[1]
tadi dicampuri dengan air untuk dilarutkan.Setelah menyiapkan obatnya seorang
pasien yang akan berobat gurah dipersilakan untuk berbaring terlentang terlebih
dahulu di atas dipan yang sudah disediakan, setelah itu iaakan diberi tetesan dari serbuk srigunggu
yang sudah dilarutkan dengan air matang tadi yang akan diteteskan melalui
hidungnya. Setelah beberapa detik tetesan itu akan masuk ke dalam tubuh pasien.
Kemudian pasien pindah posisi menjadi tengkurap tetapi tetap di tempat itu,
pasien akan tengkurap sekitar 45-60 menit. Ketika tengkurap itu pasien akan
dipijat refleksi. Disini nantinya tubuh pasien lama kelamaan akan merasa
sedikit panas karena ramuan yang diteteskan tadi sudah mulai bereaksi.
Pemijatan ini dilakukan untuk membantu mempercepat keluarnya lendir kotor dari
tubuh pasien tersebut agar lendir-lendir yang kotor itu bisa keluar
sebanyak-banyaknya. Setelah sekitar 45-60 menit dan lendir sudah keluar, maka
pasien sudah selesai dalam menjalani pengobatan ini dan boleh bangun dari
tengkurap.
Khasiat ramuan tadi akan membuat semua syaraf
tubuh bereaksi menekan, mendorong dan mengeluarkan lendir kotor yang mengandung
kuman penyakit, virus, bakteri dan kotoran lainnya. Lendir akan keluar lewat
rongga hidung, mulut maupun air mata.
PANTANGAN SETELAH BERGURAH
Agar mendapatkan hasil yang optimal, maka setelah
menjalani terapi gurah secara umum pasien disarankan untuk menghindari /
berpantang, diantaranya :
Sambal atau yang bersifat pedas, Es atau yang
bersifat dingin, Makanan gorengan/berminyak, Merokok, Soft drink, Minuman
beralkohol, makanan yang mengandung zat pengawet, dan lain-lainnya,
seminim-minimnya 1 s/d 7 Hari.
MACAM GURAH
1.
Gurah tetes :Ini harus dilakukan dan dipandu oleh ahli gurah , dengan cara ini
kotoran dan bibit penyakit keluar melalui kotoran dan hidung.
2.
Gurah kapsul : Dengan cara minum kapsul gurah, dengan cara ini lebih praktis
karena mudah dan dapat dibawa kemana-mana dan dengan cara ini kotoran keluar
melalui keringat dan saat buang air kecil atau besar.
3.
Gurah mata : Dengan tetes mata , dapat menghilangkan kotoran pada
mata,menyembuhkan mata plus, minus, silindris, buta warna, dan lain-lain.
4.
Gurah telinga : Dapat membersihkan kotoran-kotoran yang berada jauh di dalam
telinga, mengobati luka atau benjolan-benjolan yang ada di dalam telinga.
RBC Multazam Jl. S. Parman (Beringin) Ghobah,
no : 27 ( SAMPING SMP/SMA AL-AZHAR SYIFA BUDI ).
[1] . Jika tidak ada srigunggu bisa memakai minyak habbatus sauda’ .
Dalam
pembahasan ini, insyaAllah kita akan membahas tentang daya upaya yang dilakukan
oleh rasulullah r dalam menjaga kemurnian tauhid umatnya, serta menjauhkan mereka dari kesyirikan dan
jalan-jalan menuju kesyirikan tersebut.
Apabila kita memperhatikan perjalanan beliau dan juga apa yang
disebutkan dalam kitab tauhid, maka kita akan mendapatkan bahwa nabi r mencegah umatnya baik dari keyakinan, ucapan
maupun perbuatan yang batil (salah). Rasulullah r mencegah dan membentengi umatnya agar tidak melakukan perbuatan syirik dengan sabdanya ”Allah
sangat murka terhadap suatau kaum yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka
sebagai masjid”, dan beliau juga mencegah umatnya dari ucapan yang
berlebih-lebihan dan tercela yang mengarah kepada kesyirikan dengan sabdanya ”Janganlah
kalian berlebih-lebihan memujiku seebagaimana orang-orang Nashrani
berlebih-lebihan memuji putera maryam. Aku ini tiada lain adalah hamba, maka
katakanlahhamba Allah dan Rasul-Nya[1], sehingga
penjagaan beliau terhadap kemurnian tauhid ini sangat menyeluruh sekali baik
penjagaan beliau dari keyakinan, ucapan dan juga perbuatan yang menodai
kemurnian tauhid itu sendiri.
Dari sahabat Abdullah bin Asy-Syikhkhir[2]
bahwa beliau berkata :
قال:
انْطَلَقْتُ في وَفْدِ بَنِي عَامِرٍ إِلَى رَسُولِ الله (، فَقُلنا: أَنْتَ سَيّدُنا.
فقَالَ: "السّيّدُ الله تبارك وتعالى". , قُلْنا: وَأَفْضَلُنا فَضْلاً وَأَعْظَمُنَا
طَوْلاً. فَقَالَ "قُولُوا بِقَوْلِكم أَوْ بَعْضِ قَوْلِكمُ وَلاَ يَسْتَجْرِيَنّكمْ
الشّيْطَانُ". رواه أبو داوود بسند جيد.
“ Tatkala aku ikut pergi bersama suatu delegasi bani Amir menemui
rasulullah r, kami berkata, ”engkau adalah sayid (tuan) kita. Maka
beliau bersabda ”Sayid yang sebenarnya adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala, lalu
kami berkata, ”engkau adalah yang paling mulia dan yang paling agung kebaikannya di antara kita,
beliau pun bersabda, ”ucapkanlah semua atau sebagian kata-kata yang wajar
bagi kamu sekalian dan janganlah terseret oleh setan”. (HR.Abu Daud dengan
sanad jayyid)
Haditsdi atas menjelaskan kepada kita bahwa memanggil dengan lafadz
sayyid (tuan) kepada orang hukumnya adalah makruh dan orang yang dipanggil
tersebut wajib untuk menolak panggilan itu, serta dilarang bagi seseorang untuk
berkata ketika berada dalam majelis “kamu
tuan kami”, dikarenakan hal yang demikian termasuk kategori mengagungkan
orang tersebut.
Sabda rasulullah r “engkau adalah yang paling mulia dan yang paling agung kebaikannya di antara kita,beliau
pun bersabda,”ucapkanlah semua atau sebagian kata-kata yang wajar bagi kamu
sekalian dan janganlah terseret oleh seitan” maksud kenapa pujian di atas
dilarang oleh rasulullah r, karena pujian yang diucapkan seseorang di depan orang yang bersangkutan
merupakan bisikan dari setan yang mana setan itulah yang membisikkan kepada
seseorang tersebut untuk memuji seseorang dan mengagungkannya di depan orang
tersebut, hal ini akan menimbulkan sifat ujub pada diri oranag yang dipuji
tersebut dan ini merupak sumber kehinaan baginya. Oleh sebab itu nabi melarang
seseorang untuk mengucapkan sebagaimana ucapan diatas,dan beliau juga melarang
seseorang untuk banyak memuji kepada orang lain secara langsung karena hal ini berbahaya bagi pemujinya dan berbahaya
juga bagi orang yang dipuji. Sehingga rasulullah r bersabda, “jika kamu bertemu orang-orang yang banyak memuji , maka
taburkanlah pasir pada wajah mereka”.
Rasulullah r bersabda tenteng orang-orang yang menuturkan :
يا
رسول الله يا خيرنا وابن خيرنا! وسيدنا وابن سيدنا! فقال"ياأيّها النّاسُ قُولُوا
بِقولِكُمْ ولا يَسْتَهْوِيَنّكُمْ الشّيْطَانُ, أنا محمدٌ عَبْد الله وَرَسُولُه,
ما أحِبّ أنْ تَرْفَعُوني فَوْقَ مَنْزِلَتِي التي أنزلني الله عَزّ وَجَلّ" رواه
النسائي بسند جيد.
“ Ya rasulullah,wahai orang yang paling baik diantara kami,wahai
tuan kita dan putera tuan kita.”
Maka ketika itu bersabdalah beliau r, ”saudara-saudara sekalian, ucapkanlah kata-kata yang wajar
saja bagi kamu sekalian dan janganlah sekali-kali kamu sekalian terbujuk oleh
setan. Aku adalah Muhammad, hamba Allah dan utusan-Nya. Aku tidak senang kamu
sekalian mengangkatku melebihi kedudukanku yang telah diberikan Allah I kepadaku”. (HR.An-nisa’I
dengan sanad yang jayyid)
Mereka mensifati rasulullah r orang yang terbaik diatara mereka, dan juga beliau adalah tuan
bagi mereka. Akan tetapi dalam hadits di atas beliau menjaga kemurnian tauhid
umatnya dengan sabdanya, ”saudara-saudara sekalian, ucapkanlah kata-kata
yang wajar saja bagi kamu sekalian dan janganlah sekali-kali kamu sekalian
terbujuk oleh setan. Aku adalah Muhammad, hamba Allah dan utusan-Nya. Aku tidak
senang kamu sekalian mengangkatku melebihi kedudukanku yang telah diberikan
Allah I kepadaku”. Sehingga
tidak ada lagi manusia dari umatnya yang berdalih untuk memperbolehkan
menggunakan lafazd dan ucapan-ucapn di atas kepada seseorang meskipun ia
mempunyai sifat-sifat tersebut.
Dalam bab ini juga menerangkan kepada
kita agar menutup jalan-jalan yang menuju kesyirikan, wajib bagi setiap
individu muslim untuk menutup semua jalan yang menyebabkan dirinya diagungkan.
Hendaklah ia menjadi orang yang hina dan tunduk di hadapan-Nya serta merasa
sangat takut di hadapan-Nya, karena ini adalah sifat orang-orang mukmin, sebagaimana
firman Allah I :
“Maka kami memperkenankan doanya, dan kami
anugerahkan kepada nya Yahya dan kami jadikan isterinya dapat mengandung.
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami
dengan harap dan cemas, dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami”.
(Q.s Al-Anbiya’ : 90)
Adapun khusu’ itu ada dua macam yang pertama adalah khusyu’ dalam
hati yaitu dengan merasa tenang, rendah diri di hadapan-Nya dan yang kedua
adalah khusyu’ dalam anggota badan yaitu dengan tenangnya anggota badan[3].
Inilah upaya beliau dalam membentengi dan menjauhkan umatnya dari
kesyirikan serta menjaga kemurnian tauhid umatnya dari setiap perkara yang bisa
menodainya.
Referensi :
1.Fathul
Majid, Syeikh Abdurrahman Alu
syekh.cetakan : Darul Aqidah .
2.At-Tamhid Lii Syarhi Kitab At-Tauhid Aladzi Huwa Haqqulloh ‘Ala ‘Abid, Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad bin
Ibrahim Alu Syeikh.cetakan : Darut tauhid.
[1] . At-Tamhid Lii Syarhi Kitab At-Tauhid
Aladzi Huwa Haqqulloh ‘Ala ‘Abid, Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim Alu Syeikh,hal : 581.
[2] .
Disebutkan dalam kitab Usdul ghobah bahwa beliau adalah bagian dari bani
Amir bin ha’sha’ah, beliau tinggal di Bashroh.
[3] . At-Tamhid Lii Syarhi Kitab
At-Tauhid Aladzi Huwa Haqqulloh ‘Ala ‘Abid, Shalih
bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim Alu Syeikh,hal :584-585.
Pada hakikatnya meminta adalah perbuatan yang dimakruhkan atau
bahkan diharamkan dalam Islam, kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak. Dan
dianjurkan bagi seorang muslim menahan dirinya dari meminta sesuatu yang
bersifat keduniaan yang ada ditangan orang lain. Hal ini sebagaimana Rasulullah
rbersabda:
“ Zuhudlahdan zuhudlah terhadap
dunia, niscaya engkau akan dicintai oleh Allahterhadap apa yang ada pada tangan manusia, niscaya mereka akan
mencintaimu”[1]. juga mengkabarkan kepada kita tentang
tercelanya orang yang meminta-minta sebagaimana disebutkan dalam sabda beliau r :
“ Tidaklah seorang lelaki senantiasa meminta-minta hingga pada hari
kiamat kelak ia akan datang dan dengan wajah yang tak berdaging”[2].
B.Penjelasan hadits.
Dari Ibnu umar bahwasannya nabi rbersabda:
من سأل بالله فأعطوه ، ومن استعاذ بالله فأعيذوه
، ومن دعاكم فأجيبوه ، ومن صنع إليكم معروفا فكافئوه ، فإن لم تجدوا ما تكافئونه
فادعوا له حتى تروا أنكم قد كافأتموه » . رواه أبو داود والنسائي بسند صحيح .
“ Barang siapa meminta dengan menyebut nama Allah,maka
berilah,barang siapa yang meminta perlindungan dengan menyebut nama Allah,maka
lindungilah,barang siapa yang mengundangmu,maka penuhilah undangannya,dan
barangsiapa yang berbuat kebaikan kepadamu,maka balaslah kebaikannya itu
(dengan sebanding atau dengan yang lebih baik).tetapi jika kamu tidak
mendapatkan sesuatu untuk membalas kebaikannya,maka doakanlah untuknya dengan
sungguh-sungguh sampai kamu merasa bahwa kamu sudah membalas kebaikannya”. (HR. Abu Daud dan Nasa’I dengan sanad shahih)
Secara dzahir hadits di atas menunjukkan larangan menolak
permintaan orang yang meminta dengan nama Allah, akan tetapi hadits diatas
masih bersifat umum dan membutuhkan perincian yang sebagaimana yang tertulis
dalam Al-qur’an dan As-sunnah, maka jika ada seseorangyang meminta sesuatu dan ia adalah termasuk
orang yang berhak mendapatkannya, seperti seseorang meminta sesuatu yang berada
dalam baitul mal (kas negara ) maka wajib dipenuhi permintaanya, ia diberi sesuai
dengan kebutuhan dan haknya. Begitupula jika orang yang membutuhkan meminta
kepada orang mempunyai kelebihan harta, maka wajib baginya untuk memberi orang
yang meminta tersebut untuk memenuhi kebutuhannya, sesuai dengan keadaan dan
permintaannya.
Namun jika meminta kepada
orang yang tidak mempunyai kelebihan harta maka dianjurkan untuk memberikanya
sesuai dengan keadaan orang yang meminta selama tidak membahayakan dirinya dan
keluarganya. Jika orang yang meminta tersebut benar-benar dalam keadaan yang
terpaksa, maka ia wajib diberi apa yang dapat memenuhi kebutuhan daruratnya.
فأجيبوه(Barang siapa mengundangmu maka penuhilah undangannya ).
Ini adalah termasuk hak-hak seorang muslim kepada muslim yang
lainnya, sehingga jika seorang muslim diundang oleh muslim yang lainnya dan
didalamnya tidak ada kemungkaran, maka dianjurkanbaginya untuk mendatanginya, sebagaimana
sabda rasulullah r:
عن أبي هريرة قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ خَمْسٌ تَجِبُ لِلْمُسْلِمِ عَلَى أَخِيهِ رَدُّ السَّلَامِ وَتَشْمِيتُ
الْعَاطِسِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ
الْجَنَائِزِ (رواه مسلم ).
“ Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah
rbersabda, “Ada lima
kewajiban bagi seorang muslim terhadap saudaranya yang muslim; menjawab salam,
mendoakan orang yang bersin, memenuhi undangan, menjenguk orang sakit dan
mengiring jenazah .(HR.Muslim )
Akan tetapi jika undangan tersebut
adalah undangan walimatul ‘ursy maka wajib baginya untuk mendatangi
undangan tersebut selama tidak ada uzur yang menghalanginya baik uzur yang datang dari diri pribadi ataupun uzur dikarenakan adanya kemungkaran dalam acara walimatul
‘ursy tersebut, sebagaimana sabda nabi r : “
Apabila seorang
di antara kamu diundang ke walimah, hendaknya ia menghadirinya."Dan sabda nabi r lagi :” Barangsiapa
yang diundang kepada walimatul ‘ursy kemudian ia tidak mendatanginya,maka ia
telah bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya”.
فَأَجِيبُوهُ
وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ(Dan
barang siapa berbuat baik kepadamu maka balaslah kebaikan kepadanya dengan
sebanding atau yang lebih baik darinya ).
Rasulullah r dalam hadits ini juga memerintahkan kepada kita untuk membalas
kebaikan baik sebanding dengan kebaikan tersebut maupun lebih baik darinya,
dikarenakan ini adalah akhlak terpuji yang dicintai oleh Allah I dan rasul-Nya, tidak ada yang meremehkan pembalasan kebaikan
kecuali orang jahat. Sebagaimana orang jahat membalas kebaikan dengan
kejahatan, hal ini banyak terjadi dikalangan masyarakat.
Hal di atas sangat berbeda dengan orang yang beriman dan bertakwa, karena
mereka membalas kejahatan dengan kebaikan dalam rangka taat kepada Allah I dan mencintai apa yang Dia cintai dan ridhoi untuk mereka, sebagaiman
firman Allah Idalam surat Al-Mukminun :
“ Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang
lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan”. (Q.s.Al-Mukminun
: 96 )
Bahkan dalam Islam sendiri menganjurkan kepada kita, jika kita
berhutang kepada seseorang maka hendaklah kita membayarnya dengan yang lebih
baik dari barang yang kita hutang tersebut, sebagaimana sabda nabi r:
“ Karena sesungguhnya termasuk orang yang
terbaik di antara kamu atau orang yang terbaik di antara kamu adalah yang
paling baik dalam melunasi utangnya”. (H.R.Muslim : 3003 )
فإن لم تجدوا ما تكافئونه فادعوا له(tetapi jika kamu tidak
mendapatkan sesuatu untuk membalasnya kebaikannya, maka doakanlah untuknya ).
Rasulullah
rmemberikan kabar kepada kita, bahwa doa orang
yang tidak mendapatkan sesuatu untuk membalas kebaikan orang lain, adalah
merupakan balasan kebaikan yang diterima, maka seyogyanya ia berdoa sesuai
dengan perbuatan baik orang kepadanya.
حَتَّى
تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ (sampai engkau merasa bahwa engkau telah
cukup dalam membalas budinya).
Maksudnya adalah sampai kita mengira bahkan sampai kita mengetahui
bahwa doa kita tersebut benar-benar telah membalas perbuatan baik orang yang
berbuat baik kepada kita.
C.Macam
– macam orang yang meminta.
1.Seseorang meminta dengan cara umum yang digunakan oleh manusia
tanpa mengaitkan dengan Allah I .
Hal ini sebagaimana seseorang yang meminta kepada orang lain dengan
mengatakan “wahai fulan berilah saya sesuatu”.
2.Meminta dengan mengaitkan permintaannya kepada Allah I. Permintaan semacam ini ada dua jenis:
1)Meminta dengan syari’at Allah I. Hal ini sebagimana seorang fakir yang meminta haknya
secara syar’I kepada seorang yang kaya. Seperti meminta zakat, shadaqah dan
yang sejenisnya.
2)Meminta dengan cara menyebut atau bersumpah atas nama Allah I. Hal ini sebagaimana seseorang yang meminta dengan menggunakan
kata-kata (أسألك بالله)
“saya meminta kepadamu atas nama Allah I”.
D.Hukum
orang yang meminta dengan nama Allah I.
Diantara ulama
ada yang berkata, “Sesungguhnya orang yang meminta dengan menggunakan nama
Allah Iterkadang haram untuk ditolak dan terkadang
juga tidak wajib untuk memberinya, ini adalah pendapatnya syeikhul Islam Ibnu Taimiyah,
dalam hal ini (Hukum orang yang meminta dengan nama Allah I) ada tiga pendapat :
1.Orang
yang meminta dengan nama Allah I , maka haram
untuk menolaknya secara mutlak.
2.Orang
yang meminta dengan nama Allah I , maka
disunnahkan untuk memberinya dan dimakruhkan untuk menolaknya.
3.Orang
yang meminta dengan nama Allah Iterkadang haram untuk menolaknya dan terkadang
juga tidak wajib untuk memberinya, inilah pendapat syeikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Beliau berkatawajib memberikan apa yang
diminta apabila orang tersebut meminta pada hal tertentu dan tidak meminta
kepada banyak orang agar mendapatkan sesuatu tersebut maka wajib memberinya
akan tetapi apabila ia meminta kepada banyak manusia untuk mendapatkan sesuatu
tersebut maka haram untuk memberinya, perlu dipahami bahwa “ tidak masuk
kedalam hal ini adalah orang yang fakir ”, akan tetapi jika seseorang tersebut
meminta pada sesuatu yang tidak tertentu dan dalam perkara yang tidak tertentu
maka tidak wajib untuk memberikan bahkan wajib untuk menolaknya.
Sehingga dalam hal ini terdapat rincian sebagaiberikut :
1.Haram
menolak orang yang meminta dengan nama Allah I.
Apabila
ia meminta kepada orang tertentu terhadap permintaan tertentu, seperti jika
kita dimintai sesuatu yang manakita
mampu untuk memberikannya maka haram bagi kita untuk menolaknya.
2.Disunnahkan
untuk memberi orang yang meminta dengan nama Allah I.
Apabila
ia meminta tidak pada orang tertentu, maksudnya adalah ia meminta kepada banyak
orang untuk mendapat sesuatu yang ia minta.
3.Mubah
(Diperbolehkan untuk menolaknya ) .
Apabila
diketahui bahwa orang yang meminta dengan nama Allah Itersebut berdusta[3] .
1.Bahwasannya
orang yang meminta dengan nama Allah I, maka dia telah
memulyakan-Nya dan mengagungkan-Nya baik dalam rububiyah-Nya, sifat-sifat-Nya
dan nama-nama-Nya, kita ketahui bahwa dalam pengagungan terhadap Allah Itermasuk dari kesempurnaan
tauhid. Maka barang siapa yang meminta dengan nama Allah Imaka ia telah meminta dengan mengagungkan-Nya
dan demikian orang yang meminta perlindungan dengan menyebut nama Allah Imaka ia telah meminta dengan
mengagungkan-Nya.
2.Apabila
seseorang diberi kebaikan oleh orang lain, maka akan timbul dalam hatinya rasa
rendah diri, perasaan tenang dan ketundukan kepada pemberi tersebut, sebagaimana
yang telah kita ketahui bahwa tauhid seseorang tidak akan sempurna jika didalam
hatinya terdapat hal yang semacam ini, sehingga kerendahan diri, perasaan
tenang dan ketundukan hanya diberikan kepada Allah Isaja, sehingga untuk
menghilangkan hal semacam ini rasulullah r menganjurkan kepada kita untuk membalas kebaikan dengan kebaikan
yang semisalnya atau bahkan dengan yang lebih baik dari pemberian tersebut, agar
tauhid kita kepada Allah I senantiasa dalam keadaan murni, sampai-sampai beliau memerintahkan
kepada kita jika kita tidak mendapati sesuatu yang dapat kita berikan untuk
membalas kebaikan tersebut, maka beliau menganjurkan kepada kita untuk membalas
kebaikan tersebut dengan mendoakan pemberi kebaikan itu.
Wallahu
a’lam bis shawab
Referensi :
1.Al-Qur’an
Al-Karim.
2.Ahadits
An-Nabawiyah .
3.Fathul
Majid Fii Syarhi Kitab At-Tauhid,
Syeikh Hasan Alu Syeikh,Cetakan : Darus Salam .
4.At-Tamhid
Liisyarhil Kitab At-Tauhid, Shalih Bin
Abdul Aziz Bin Shalih Alu Syeikh,Cetakan : Darut Tauhid