Sabtu, 24 Desember 2011

GURAH


APA ITU GURAH
Gurah adalah cara pengobatan secara tradisional yang bertujuan untuk mengeluarkan lendir dari dalam tubuh seseorang dengan menggunakan ramuan herbal dari tumbuh tumbuhan tanpa campuran bahan kimia. Ramuan herbal sama manfaatnya dengan obat-obat kimia, namun obat herbal lebih aman dibandingkan dengan obat-obat kimia. Efek sampingnya pun tidak seperti obat kimia. Maka dari itu dalam Gurah tidak memakai bahan-bahan kimia sedikitpun.
Gurah merupakan cara terapi tradisional yang diwariskan oleh para leluhur dari tanah Jawa, terkhusus jawa tengah, dalam tradisi warga masyarakat Wukir Sari, imogiri, Bantul, Yogyakarta gurah dilakukan dengan meneteskan ekstrak daun Srigunggu (Clerodendron Serratum) ke lubang hidung atau melalui mulut pasien.
Selain bermanfaat bagi mereka yang memang memerlukan suara bagus dan untuk perawatan kesehatan organ tubuh dari berbagai lendir yang bersifat negative, bergurah juga sangat bermanfaat untuk membantu mengobati dan meringankan dari gangguan berbagai penyakit, diantaranya : batuk menahun, Pilek Menahun, Sinusitis, Polip, dan lain-lain.
TATA CARA PROSES TERAPI GURAH SECARA TRADISIONAL ADALAH SEBAGAI BERIKUT :
Proses pengobatan gurah sangat mudah, yakni pertama kalinya menyiapkan ramuannya terlebih dahulu yaitu akar srigunggu yang sudah ditumbuk dan dihaluskan. Kemudian serbuk srigunggu[1] tadi dicampuri dengan air untuk dilarutkan.Setelah menyiapkan obatnya seorang pasien yang akan berobat gurah dipersilakan untuk berbaring terlentang terlebih dahulu di atas dipan yang sudah disediakan, setelah itu ia  akan diberi tetesan dari serbuk srigunggu yang sudah dilarutkan dengan air matang tadi yang akan diteteskan melalui hidungnya. Setelah beberapa detik tetesan itu akan masuk ke dalam tubuh pasien. Kemudian pasien pindah posisi menjadi tengkurap tetapi tetap di tempat itu, pasien akan tengkurap sekitar 45-60 menit. Ketika tengkurap itu pasien akan dipijat refleksi. Disini nantinya tubuh pasien lama kelamaan akan merasa sedikit panas karena ramuan yang diteteskan tadi sudah mulai bereaksi. Pemijatan ini dilakukan untuk membantu mempercepat keluarnya lendir kotor dari tubuh pasien tersebut agar lendir-lendir yang kotor itu bisa keluar sebanyak-banyaknya. Setelah sekitar 45-60 menit dan lendir sudah keluar, maka pasien sudah selesai dalam menjalani pengobatan ini dan boleh bangun dari tengkurap.
Khasiat ramuan tadi akan membuat semua syaraf tubuh bereaksi menekan, mendorong dan mengeluarkan lendir kotor yang mengandung kuman penyakit, virus, bakteri dan kotoran lainnya. Lendir akan keluar lewat rongga hidung, mulut maupun air mata.
PANTANGAN SETELAH BERGURAH
Agar mendapatkan hasil yang optimal, maka setelah menjalani terapi gurah secara umum pasien disarankan untuk menghindari / berpantang, diantaranya :
Sambal atau yang bersifat pedas, Es atau yang bersifat dingin, Makanan gorengan/berminyak, Merokok, Soft drink, Minuman beralkohol, makanan yang mengandung zat pengawet, dan lain-lainnya, seminim-minimnya 1 s/d 7 Hari.
MACAM GURAH
   1. Gurah tetes :Ini harus dilakukan dan dipandu oleh ahli gurah , dengan cara ini kotoran dan bibit penyakit keluar melalui kotoran dan hidung.
   2. Gurah kapsul : Dengan cara minum kapsul gurah, dengan cara ini lebih praktis karena mudah dan dapat dibawa kemana-mana dan dengan cara ini kotoran keluar melalui keringat dan saat buang air kecil atau besar.
   3. Gurah mata : Dengan tetes mata , dapat menghilangkan kotoran pada mata,menyembuhkan mata plus, minus, silindris, buta warna, dan lain-lain.
   4. Gurah telinga : Dapat membersihkan kotoran-kotoran yang berada jauh di dalam telinga, mengobati luka atau benjolan-benjolan yang ada di dalam telinga.




RBC Multazam Jl. S. Parman (Beringin) Ghobah, no : 27 ( SAMPING SMP/SMA AL-AZHAR SYIFA BUDI ).



[1] . Jika tidak ada srigunggu bisa memakai minyak habbatus sauda’ .

Jumat, 23 Desember 2011

UPAYA NABI SAW DALAM MENJAGA KEMURNIAN TAUHID DAN MENUTUP SEGALA JALAN MENUJU SYIRIK


                Dalam pembahasan ini, insyaAllah kita akan membahas tentang daya upaya yang dilakukan oleh rasulullah r dalam menjaga kemurnian tauhid umatnya, serta  menjauhkan mereka dari kesyirikan dan jalan-jalan menuju kesyirikan tersebut.
Apabila kita memperhatikan perjalanan beliau dan juga apa yang disebutkan dalam kitab tauhid, maka kita akan mendapatkan bahwa nabi r  mencegah umatnya baik dari keyakinan, ucapan maupun perbuatan yang batil (salah). Rasulullah r mencegah dan membentengi umatnya agar tidak  melakukan perbuatan syirik dengan sabdanya ”Allah sangat murka terhadap suatau kaum yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid”, dan beliau juga mencegah umatnya dari ucapan yang berlebih-lebihan dan tercela yang mengarah kepada kesyirikan dengan sabdanya ”Janganlah kalian berlebih-lebihan memujiku seebagaimana orang-orang Nashrani berlebih-lebihan memuji putera maryam. Aku ini tiada lain adalah hamba, maka katakanlah hamba Allah dan Rasul-Nya[1], sehingga penjagaan beliau terhadap kemurnian tauhid ini sangat menyeluruh sekali baik penjagaan beliau dari keyakinan, ucapan dan juga perbuatan yang menodai kemurnian tauhid itu sendiri.
Dari sahabat Abdullah bin Asy-Syikhkhir[2] bahwa beliau berkata :
قال: انْطَلَقْتُ في وَفْدِ بَنِي عَامِرٍ إِلَى رَسُولِ الله (، فَقُلنا: أَنْتَ سَيّدُنا. فقَالَ: "السّيّدُ الله تبارك وتعالى". , قُلْنا: وَأَفْضَلُنا فَضْلاً وَأَعْظَمُنَا طَوْلاً. فَقَالَ "قُولُوا بِقَوْلِكم أَوْ بَعْضِ قَوْلِكمُ وَلاَ يَسْتَجْرِيَنّكمْ الشّيْطَانُ". رواه أبو داوود بسند جيد.
“ Tatkala aku ikut pergi bersama suatu delegasi bani Amir menemui rasulullah r, kami berkata, ”engkau adalah sayid (tuan) kita. Maka beliau bersabda ”Sayid yang sebenarnya adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala, lalu kami berkata, ”engkau adalah yang paling mulia dan  yang paling agung kebaikannya di antara kita, beliau pun bersabda, ”ucapkanlah semua atau sebagian kata-kata yang wajar bagi kamu sekalian dan janganlah terseret oleh setan”. (HR.Abu Daud dengan sanad jayyid)
Haditsdi atas menjelaskan kepada kita bahwa memanggil dengan lafadz sayyid (tuan) kepada orang hukumnya adalah makruh dan orang yang dipanggil tersebut wajib untuk menolak panggilan itu, serta dilarang bagi seseorang untuk berkata ketika  berada dalam majelis “kamu tuan kami”, dikarenakan hal yang demikian termasuk kategori mengagungkan orang tersebut.
Sabda rasulullah rengkau adalah yang paling mulia dan  yang paling agung kebaikannya di antara kita,beliau pun bersabda,”ucapkanlah semua atau sebagian kata-kata yang wajar bagi kamu sekalian dan janganlah terseret oleh seitan” maksud kenapa pujian di atas dilarang oleh rasulullah r, karena pujian yang diucapkan seseorang di depan orang yang bersangkutan merupakan bisikan dari setan yang mana setan itulah yang membisikkan kepada seseorang tersebut untuk memuji seseorang dan mengagungkannya di depan orang tersebut, hal ini akan menimbulkan sifat ujub pada diri oranag yang dipuji tersebut dan ini merupak sumber kehinaan baginya. Oleh sebab itu nabi melarang seseorang untuk mengucapkan sebagaimana ucapan diatas,dan beliau juga melarang seseorang untuk banyak memuji kepada orang lain secara langsung  karena hal ini berbahaya bagi pemujinya dan berbahaya juga bagi orang yang dipuji. Sehingga rasulullah r bersabda, “jika kamu bertemu orang-orang yang banyak memuji , maka taburkanlah pasir pada wajah mereka”.
Rasulullah r bersabda tenteng orang-orang yang menuturkan :
يا رسول الله يا خيرنا وابن خيرنا! وسيدنا وابن سيدنا! فقال"ياأيّها النّاسُ قُولُوا بِقولِكُمْ ولا يَسْتَهْوِيَنّكُمْ الشّيْطَانُ, أنا محمدٌ عَبْد الله وَرَسُولُه, ما أحِبّ أنْ تَرْفَعُوني فَوْقَ مَنْزِلَتِي التي أنزلني الله عَزّ وَجَلّ" رواه النسائي بسند جيد.
“ Ya rasulullah,wahai orang yang paling baik diantara kami,wahai tuan kita dan putera tuan kita.” Maka ketika itu bersabdalah beliau r, ”saudara-saudara sekalian, ucapkanlah kata-kata yang wajar saja bagi kamu sekalian dan janganlah sekali-kali kamu sekalian terbujuk oleh setan. Aku adalah Muhammad, hamba Allah dan utusan-Nya. Aku tidak senang kamu sekalian mengangkatku melebihi kedudukanku yang telah diberikan Allah I kepadaku”. (HR.An-nisa’I dengan sanad yang jayyid)
Mereka mensifati rasulullah r orang yang terbaik diatara mereka, dan juga beliau adalah tuan bagi mereka. Akan tetapi dalam hadits di atas beliau menjaga kemurnian tauhid umatnya dengan sabdanya, ”saudara-saudara sekalian, ucapkanlah kata-kata yang wajar saja bagi kamu sekalian dan janganlah sekali-kali kamu sekalian terbujuk oleh setan. Aku adalah Muhammad, hamba Allah dan utusan-Nya. Aku tidak senang kamu sekalian mengangkatku melebihi kedudukanku yang telah diberikan Allah I kepadaku”. Sehingga tidak ada lagi manusia dari umatnya yang berdalih untuk memperbolehkan menggunakan lafazd dan ucapan-ucapn di atas kepada seseorang meskipun ia mempunyai sifat-sifat tersebut.
Dalam bab ini juga menerangkan kepada kita agar menutup jalan-jalan yang menuju kesyirikan, wajib bagi setiap individu muslim untuk menutup semua jalan yang menyebabkan dirinya diagungkan. Hendaklah ia menjadi orang yang hina dan tunduk di hadapan-Nya serta merasa sangat takut di hadapan-Nya, karena ini adalah sifat orang-orang mukmin, sebagaimana firman Allah I :
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ?[الأنبياء:90]
“Maka kami memperkenankan doanya, dan kami anugerahkan kepada nya Yahya dan kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harap dan cemas, dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami”. (Q.s Al-Anbiya’ : 90)
Adapun khusu’ itu ada dua macam yang pertama adalah khusyu’ dalam hati yaitu dengan merasa tenang, rendah diri di hadapan-Nya dan yang kedua adalah khusyu’ dalam anggota badan yaitu dengan tenangnya anggota badan[3].
Inilah upaya beliau dalam membentengi dan menjauhkan umatnya dari kesyirikan serta menjaga kemurnian tauhid umatnya dari setiap perkara yang bisa menodainya.
Referensi :
1.      Fathul Majid, Syeikh Abdurrahman Alu syekh.cetakan : Darul Aqidah .
2.      At-Tamhid Lii Syarhi Kitab At-Tauhid Aladzi Huwa Haqqulloh ‘Ala ‘Abid, Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim Alu Syeikh.cetakan : Darut tauhid.





[1] . At-Tamhid Lii Syarhi Kitab At-Tauhid Aladzi Huwa Haqqulloh ‘Ala ‘Abid, Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim Alu Syeikh,hal : 581.
[2] . Disebutkan dalam kitab Usdul ghobah bahwa beliau adalah bagian dari bani Amir   bin  ha’sha’ah, beliau tinggal di Bashroh.  
[3] . At-Tamhid Lii Syarhi Kitab At-Tauhid Aladzi Huwa Haqqulloh ‘Ala ‘Abid, Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim Alu Syeikh,hal :584-585.

Larangan Menolak Orang Yang Meminta Dengan Menyebut Nama Allah I


A. Muqaddimah .
Pada hakikatnya meminta adalah perbuatan yang dimakruhkan atau bahkan diharamkan dalam Islam, kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak. Dan dianjurkan bagi seorang muslim menahan dirinya dari meminta sesuatu yang bersifat keduniaan yang ada ditangan orang lain. Hal ini sebagaimana Rasulullah r  bersabda:
ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّوكَ
“ Zuhudlah  dan zuhudlah terhadap dunia, niscaya engkau akan dicintai oleh Allah  terhadap apa yang ada pada tangan manusia, niscaya mereka akan mencintaimu”[1].
 juga mengkabarkan kepada kita tentang tercelanya orang yang meminta-minta sebagaimana disebutkan dalam sabda beliau
r :
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“ Tidaklah seorang lelaki senantiasa meminta-minta hingga pada hari kiamat kelak ia akan datang dan dengan wajah yang tak berdaging”[2].
B.   Penjelasan hadits.
Dari Ibnu umar bahwasannya nabi r bersabda  :
من سأل بالله فأعطوه ، ومن استعاذ بالله فأعيذوه ، ومن دعاكم فأجيبوه ، ومن صنع إليكم معروفا فكافئوه ، فإن لم تجدوا ما تكافئونه فادعوا له حتى تروا أنكم قد كافأتموه » . رواه أبو داود والنسائي بسند صحيح .
“ Barang siapa meminta dengan menyebut nama Allah,maka berilah,barang siapa yang meminta perlindungan dengan menyebut nama Allah,maka lindungilah,barang siapa yang mengundangmu,maka penuhilah undangannya,dan barangsiapa yang berbuat kebaikan kepadamu,maka balaslah kebaikannya itu (dengan sebanding atau dengan yang lebih baik).tetapi jika kamu tidak mendapatkan sesuatu untuk membalas kebaikannya,maka doakanlah untuknya dengan sungguh-sungguh sampai kamu merasa bahwa kamu sudah membalas kebaikannya”. (HR. Abu Daud dan Nasa’I dengan sanad shahih)
Secara dzahir hadits di atas menunjukkan larangan menolak permintaan orang yang meminta dengan nama Allah, akan tetapi hadits diatas masih bersifat umum dan membutuhkan perincian yang sebagaimana yang tertulis dalam Al-qur’an dan As-sunnah, maka jika ada seseorang  yang meminta sesuatu dan ia adalah termasuk orang yang berhak mendapatkannya, seperti seseorang meminta sesuatu yang berada dalam baitul mal (kas negara ) maka wajib dipenuhi permintaanya, ia diberi sesuai dengan kebutuhan dan haknya. Begitupula jika orang yang membutuhkan meminta kepada orang mempunyai kelebihan harta, maka wajib baginya untuk memberi orang yang meminta tersebut untuk memenuhi kebutuhannya, sesuai dengan keadaan dan permintaannya.
 Namun jika meminta kepada orang yang tidak mempunyai kelebihan harta maka dianjurkan untuk memberikanya sesuai dengan keadaan orang yang meminta selama tidak membahayakan dirinya dan keluarganya. Jika orang yang meminta tersebut benar-benar dalam keadaan yang terpaksa, maka ia wajib diberi apa yang dapat memenuhi kebutuhan daruratnya.
فأجيبوه  (Barang siapa mengundangmu maka penuhilah undangannya ).
Ini adalah termasuk hak-hak seorang muslim kepada muslim yang lainnya, sehingga jika seorang muslim diundang oleh muslim yang lainnya dan didalamnya tidak ada kemungkaran, maka dianjurkan  baginya untuk mendatanginya, sebagaimana sabda rasulullah r  :
عن أبي هريرة قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسٌ تَجِبُ لِلْمُسْلِمِ عَلَى أَخِيهِ رَدُّ السَّلَامِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ (رواه مسلم ).
“ Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah r  bersabda, “Ada lima kewajiban bagi seorang muslim terhadap saudaranya yang muslim; menjawab salam, mendoakan orang yang bersin, memenuhi undangan, menjenguk orang sakit dan mengiring jenazah .(HR.Muslim )
Akan tetapi jika undangan tersebut adalah undangan walimatul ‘ursy maka wajib baginya untuk mendatangi undangan tersebut selama tidak ada uzur yang menghalanginya baik uzur  yang datang dari diri pribadi ataupun uzur  dikarenakan adanya kemungkaran dalam acara walimatul ‘ursy tersebut, sebagaimana sabda nabi r : Apabila seorang di antara kamu diundang ke walimah, hendaknya ia menghadirinya."  Dan sabda nabi r lagi :” Barangsiapa yang diundang kepada walimatul ‘ursy kemudian ia tidak mendatanginya,maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya”.

فَأَجِيبُوهُ وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ (Dan barang siapa berbuat baik kepadamu maka balaslah kebaikan kepadanya dengan sebanding atau yang lebih baik darinya ).
Rasulullah r dalam hadits ini juga memerintahkan kepada kita untuk membalas kebaikan baik sebanding dengan kebaikan tersebut maupun lebih baik darinya, dikarenakan ini adalah akhlak terpuji yang dicintai oleh Allah I dan rasul-Nya, tidak ada yang meremehkan pembalasan kebaikan kecuali orang jahat. Sebagaimana orang jahat membalas kebaikan dengan kejahatan, hal ini banyak terjadi dikalangan masyarakat.
Hal di atas sangat berbeda dengan orang yang beriman dan bertakwa, karena mereka membalas kejahatan dengan kebaikan dalam rangka taat kepada Allah I dan mencintai apa yang Dia cintai dan ridhoi untuk mereka, sebagaiman firman Allah I  dalam surat Al-Mukminun :
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ (96 ).
“ Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan”. (Q.s.Al-Mukminun : 96 )
Bahkan dalam Islam sendiri menganjurkan kepada kita, jika kita berhutang kepada seseorang maka hendaklah kita membayarnya dengan yang lebih baik dari barang yang kita hutang tersebut, sebagaimana sabda nabi r   :
فَإِنَّ مِنْ خَيْرِكُمْ أَوْ خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً ( رواه مسلم ) .
“ Karena sesungguhnya termasuk orang yang terbaik di antara kamu atau orang yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik dalam melunasi utangnya”. (H.R.Muslim : 3003 )
فإن لم تجدوا ما تكافئونه فادعوا له  (tetapi jika kamu tidak mendapatkan sesuatu untuk membalasnya kebaikannya, maka doakanlah untuknya ).
Rasulullah r  memberikan kabar kepada kita, bahwa doa orang yang tidak mendapatkan sesuatu untuk membalas kebaikan orang lain, adalah merupakan balasan kebaikan yang diterima, maka seyogyanya ia berdoa sesuai dengan perbuatan baik orang kepadanya.
حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ (sampai engkau merasa bahwa engkau telah cukup dalam membalas budinya).
Maksudnya adalah sampai kita mengira bahkan sampai kita mengetahui bahwa doa kita tersebut benar-benar telah membalas perbuatan baik orang yang berbuat baik kepada kita.
C.  Macam – macam orang yang meminta.
1.   Seseorang meminta dengan cara umum yang digunakan oleh manusia tanpa mengaitkan dengan Allah I .
Hal ini sebagaimana seseorang yang meminta kepada orang lain dengan mengatakan “wahai fulan berilah saya sesuatu”. 
2.   Meminta dengan mengaitkan permintaannya kepada Allah I  . 
Permintaan semacam ini ada dua jenis:
1)      Meminta dengan syari’at Allah I.
Hal ini sebagimana seorang fakir yang meminta haknya secara syar’I kepada seorang yang kaya. Seperti meminta zakat, shadaqah dan yang sejenisnya.
2)      Meminta dengan cara menyebut atau bersumpah atas nama Allah I.
Hal ini sebagaimana seseorang yang meminta dengan menggunakan kata-kata (
أسألك بالله ) “saya meminta kepadamu atas nama Allah I  ”.
D.    Hukum orang yang meminta dengan nama Allah I .
Diantara ulama ada yang berkata, “Sesungguhnya orang yang meminta dengan menggunakan nama Allah I  terkadang haram untuk ditolak dan terkadang juga tidak wajib untuk memberinya, ini adalah pendapatnya syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, dalam hal ini (Hukum orang yang meminta dengan nama Allah I  ) ada tiga pendapat :
1.      Orang yang meminta dengan nama Allah I , maka haram untuk menolaknya secara mutlak.
2.      Orang yang meminta dengan nama Allah I , maka disunnahkan untuk memberinya dan dimakruhkan untuk menolaknya.
3.      Orang yang meminta dengan nama Allah I  terkadang haram untuk menolaknya dan terkadang juga tidak wajib untuk memberinya, inilah pendapat syeikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau berkata  wajib memberikan apa yang diminta apabila orang tersebut meminta pada hal tertentu dan tidak meminta kepada banyak orang agar mendapatkan sesuatu tersebut maka wajib memberinya akan tetapi apabila ia meminta kepada banyak manusia untuk mendapatkan sesuatu tersebut maka haram untuk memberinya, perlu dipahami bahwa “ tidak masuk kedalam hal ini adalah orang yang fakir ”, akan tetapi jika seseorang tersebut meminta pada sesuatu yang tidak tertentu dan dalam perkara yang tidak tertentu maka tidak wajib untuk memberikan bahkan wajib untuk menolaknya.
Sehingga dalam hal ini terdapat rincian sebagaiberikut :
1.      Haram menolak orang yang meminta dengan nama Allah I  .
Apabila ia meminta kepada orang tertentu terhadap permintaan tertentu, seperti jika kita dimintai sesuatu yang mana  kita mampu untuk memberikannya maka haram bagi kita untuk menolaknya.
2.      Disunnahkan untuk memberi orang yang meminta dengan nama Allah I.
Apabila ia meminta tidak pada orang tertentu, maksudnya adalah ia meminta kepada banyak orang untuk mendapat sesuatu yang ia minta.
3.      Mubah (Diperbolehkan untuk menolaknya ) .
Apabila diketahui bahwa orang yang meminta dengan nama Allah I   tersebut berdusta[3] .
E.     Hubungan hadits diatas dengan tauhid[4].
1.      Bahwasannya orang yang meminta dengan nama Allah I, maka dia telah memulyakan-Nya dan mengagungkan-Nya baik dalam rububiyah-Nya, sifat-sifat-Nya dan nama-nama-Nya, kita ketahui bahwa dalam pengagungan terhadap Allah I termasuk dari kesempurnaan tauhid. Maka barang siapa yang meminta dengan nama Allah I  maka ia telah meminta dengan mengagungkan-Nya dan demikian orang yang meminta perlindungan dengan menyebut nama Allah I   maka ia telah meminta dengan mengagungkan-Nya.
2.      Apabila seseorang diberi kebaikan oleh orang lain, maka akan timbul dalam hatinya rasa rendah diri, perasaan tenang dan ketundukan kepada pemberi tersebut, sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa tauhid seseorang tidak akan sempurna jika didalam hatinya terdapat hal yang semacam ini, sehingga kerendahan diri, perasaan tenang dan ketundukan hanya diberikan kepada Allah I   saja, sehingga untuk menghilangkan hal semacam ini rasulullah r menganjurkan kepada kita untuk membalas kebaikan dengan kebaikan yang semisalnya atau bahkan dengan yang lebih baik dari pemberian tersebut, agar tauhid kita kepada Allah I senantiasa dalam keadaan murni, sampai-sampai beliau memerintahkan kepada kita jika kita tidak mendapati sesuatu yang dapat kita berikan untuk membalas kebaikan tersebut, maka beliau menganjurkan kepada kita untuk membalas kebaikan tersebut dengan mendoakan pemberi kebaikan itu.
Wallahu a’lam bis shawab

Referensi :
1.      Al-Qur’an Al-Karim.
2.      Ahadits An-Nabawiyah .
3.      Fathul Majid Fii Syarhi Kitab At-Tauhid, Syeikh Hasan Alu Syeikh,Cetakan : Darus Salam .
4.      At-Tamhid Liisyarhil Kitab At-Tauhid, Shalih Bin Abdul Aziz Bin Shalih Alu Syeikh,Cetakan : Darut Tauhid


















[1]  . Ibnu majah .
[2]  . Bukhori .
[3] . At-Tamhid Lii Syarhil Kitab At-Tauhid,hal : 523-524 .
[4] .Ibid,hal :523 & 525