Jumat, 23 Desember 2011

Larangan Menolak Orang Yang Meminta Dengan Menyebut Nama Allah I


A. Muqaddimah .
Pada hakikatnya meminta adalah perbuatan yang dimakruhkan atau bahkan diharamkan dalam Islam, kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak. Dan dianjurkan bagi seorang muslim menahan dirinya dari meminta sesuatu yang bersifat keduniaan yang ada ditangan orang lain. Hal ini sebagaimana Rasulullah r  bersabda:
ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّوكَ
“ Zuhudlah  dan zuhudlah terhadap dunia, niscaya engkau akan dicintai oleh Allah  terhadap apa yang ada pada tangan manusia, niscaya mereka akan mencintaimu”[1].
 juga mengkabarkan kepada kita tentang tercelanya orang yang meminta-minta sebagaimana disebutkan dalam sabda beliau
r :
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“ Tidaklah seorang lelaki senantiasa meminta-minta hingga pada hari kiamat kelak ia akan datang dan dengan wajah yang tak berdaging”[2].
B.   Penjelasan hadits.
Dari Ibnu umar bahwasannya nabi r bersabda  :
من سأل بالله فأعطوه ، ومن استعاذ بالله فأعيذوه ، ومن دعاكم فأجيبوه ، ومن صنع إليكم معروفا فكافئوه ، فإن لم تجدوا ما تكافئونه فادعوا له حتى تروا أنكم قد كافأتموه » . رواه أبو داود والنسائي بسند صحيح .
“ Barang siapa meminta dengan menyebut nama Allah,maka berilah,barang siapa yang meminta perlindungan dengan menyebut nama Allah,maka lindungilah,barang siapa yang mengundangmu,maka penuhilah undangannya,dan barangsiapa yang berbuat kebaikan kepadamu,maka balaslah kebaikannya itu (dengan sebanding atau dengan yang lebih baik).tetapi jika kamu tidak mendapatkan sesuatu untuk membalas kebaikannya,maka doakanlah untuknya dengan sungguh-sungguh sampai kamu merasa bahwa kamu sudah membalas kebaikannya”. (HR. Abu Daud dan Nasa’I dengan sanad shahih)
Secara dzahir hadits di atas menunjukkan larangan menolak permintaan orang yang meminta dengan nama Allah, akan tetapi hadits diatas masih bersifat umum dan membutuhkan perincian yang sebagaimana yang tertulis dalam Al-qur’an dan As-sunnah, maka jika ada seseorang  yang meminta sesuatu dan ia adalah termasuk orang yang berhak mendapatkannya, seperti seseorang meminta sesuatu yang berada dalam baitul mal (kas negara ) maka wajib dipenuhi permintaanya, ia diberi sesuai dengan kebutuhan dan haknya. Begitupula jika orang yang membutuhkan meminta kepada orang mempunyai kelebihan harta, maka wajib baginya untuk memberi orang yang meminta tersebut untuk memenuhi kebutuhannya, sesuai dengan keadaan dan permintaannya.
 Namun jika meminta kepada orang yang tidak mempunyai kelebihan harta maka dianjurkan untuk memberikanya sesuai dengan keadaan orang yang meminta selama tidak membahayakan dirinya dan keluarganya. Jika orang yang meminta tersebut benar-benar dalam keadaan yang terpaksa, maka ia wajib diberi apa yang dapat memenuhi kebutuhan daruratnya.
فأجيبوه  (Barang siapa mengundangmu maka penuhilah undangannya ).
Ini adalah termasuk hak-hak seorang muslim kepada muslim yang lainnya, sehingga jika seorang muslim diundang oleh muslim yang lainnya dan didalamnya tidak ada kemungkaran, maka dianjurkan  baginya untuk mendatanginya, sebagaimana sabda rasulullah r  :
عن أبي هريرة قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسٌ تَجِبُ لِلْمُسْلِمِ عَلَى أَخِيهِ رَدُّ السَّلَامِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ (رواه مسلم ).
“ Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah r  bersabda, “Ada lima kewajiban bagi seorang muslim terhadap saudaranya yang muslim; menjawab salam, mendoakan orang yang bersin, memenuhi undangan, menjenguk orang sakit dan mengiring jenazah .(HR.Muslim )
Akan tetapi jika undangan tersebut adalah undangan walimatul ‘ursy maka wajib baginya untuk mendatangi undangan tersebut selama tidak ada uzur yang menghalanginya baik uzur  yang datang dari diri pribadi ataupun uzur  dikarenakan adanya kemungkaran dalam acara walimatul ‘ursy tersebut, sebagaimana sabda nabi r : Apabila seorang di antara kamu diundang ke walimah, hendaknya ia menghadirinya."  Dan sabda nabi r lagi :” Barangsiapa yang diundang kepada walimatul ‘ursy kemudian ia tidak mendatanginya,maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya”.

فَأَجِيبُوهُ وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ (Dan barang siapa berbuat baik kepadamu maka balaslah kebaikan kepadanya dengan sebanding atau yang lebih baik darinya ).
Rasulullah r dalam hadits ini juga memerintahkan kepada kita untuk membalas kebaikan baik sebanding dengan kebaikan tersebut maupun lebih baik darinya, dikarenakan ini adalah akhlak terpuji yang dicintai oleh Allah I dan rasul-Nya, tidak ada yang meremehkan pembalasan kebaikan kecuali orang jahat. Sebagaimana orang jahat membalas kebaikan dengan kejahatan, hal ini banyak terjadi dikalangan masyarakat.
Hal di atas sangat berbeda dengan orang yang beriman dan bertakwa, karena mereka membalas kejahatan dengan kebaikan dalam rangka taat kepada Allah I dan mencintai apa yang Dia cintai dan ridhoi untuk mereka, sebagaiman firman Allah I  dalam surat Al-Mukminun :
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ (96 ).
“ Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan”. (Q.s.Al-Mukminun : 96 )
Bahkan dalam Islam sendiri menganjurkan kepada kita, jika kita berhutang kepada seseorang maka hendaklah kita membayarnya dengan yang lebih baik dari barang yang kita hutang tersebut, sebagaimana sabda nabi r   :
فَإِنَّ مِنْ خَيْرِكُمْ أَوْ خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً ( رواه مسلم ) .
“ Karena sesungguhnya termasuk orang yang terbaik di antara kamu atau orang yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik dalam melunasi utangnya”. (H.R.Muslim : 3003 )
فإن لم تجدوا ما تكافئونه فادعوا له  (tetapi jika kamu tidak mendapatkan sesuatu untuk membalasnya kebaikannya, maka doakanlah untuknya ).
Rasulullah r  memberikan kabar kepada kita, bahwa doa orang yang tidak mendapatkan sesuatu untuk membalas kebaikan orang lain, adalah merupakan balasan kebaikan yang diterima, maka seyogyanya ia berdoa sesuai dengan perbuatan baik orang kepadanya.
حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ (sampai engkau merasa bahwa engkau telah cukup dalam membalas budinya).
Maksudnya adalah sampai kita mengira bahkan sampai kita mengetahui bahwa doa kita tersebut benar-benar telah membalas perbuatan baik orang yang berbuat baik kepada kita.
C.  Macam – macam orang yang meminta.
1.   Seseorang meminta dengan cara umum yang digunakan oleh manusia tanpa mengaitkan dengan Allah I .
Hal ini sebagaimana seseorang yang meminta kepada orang lain dengan mengatakan “wahai fulan berilah saya sesuatu”. 
2.   Meminta dengan mengaitkan permintaannya kepada Allah I  . 
Permintaan semacam ini ada dua jenis:
1)      Meminta dengan syari’at Allah I.
Hal ini sebagimana seorang fakir yang meminta haknya secara syar’I kepada seorang yang kaya. Seperti meminta zakat, shadaqah dan yang sejenisnya.
2)      Meminta dengan cara menyebut atau bersumpah atas nama Allah I.
Hal ini sebagaimana seseorang yang meminta dengan menggunakan kata-kata (
أسألك بالله ) “saya meminta kepadamu atas nama Allah I  ”.
D.    Hukum orang yang meminta dengan nama Allah I .
Diantara ulama ada yang berkata, “Sesungguhnya orang yang meminta dengan menggunakan nama Allah I  terkadang haram untuk ditolak dan terkadang juga tidak wajib untuk memberinya, ini adalah pendapatnya syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, dalam hal ini (Hukum orang yang meminta dengan nama Allah I  ) ada tiga pendapat :
1.      Orang yang meminta dengan nama Allah I , maka haram untuk menolaknya secara mutlak.
2.      Orang yang meminta dengan nama Allah I , maka disunnahkan untuk memberinya dan dimakruhkan untuk menolaknya.
3.      Orang yang meminta dengan nama Allah I  terkadang haram untuk menolaknya dan terkadang juga tidak wajib untuk memberinya, inilah pendapat syeikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau berkata  wajib memberikan apa yang diminta apabila orang tersebut meminta pada hal tertentu dan tidak meminta kepada banyak orang agar mendapatkan sesuatu tersebut maka wajib memberinya akan tetapi apabila ia meminta kepada banyak manusia untuk mendapatkan sesuatu tersebut maka haram untuk memberinya, perlu dipahami bahwa “ tidak masuk kedalam hal ini adalah orang yang fakir ”, akan tetapi jika seseorang tersebut meminta pada sesuatu yang tidak tertentu dan dalam perkara yang tidak tertentu maka tidak wajib untuk memberikan bahkan wajib untuk menolaknya.
Sehingga dalam hal ini terdapat rincian sebagaiberikut :
1.      Haram menolak orang yang meminta dengan nama Allah I  .
Apabila ia meminta kepada orang tertentu terhadap permintaan tertentu, seperti jika kita dimintai sesuatu yang mana  kita mampu untuk memberikannya maka haram bagi kita untuk menolaknya.
2.      Disunnahkan untuk memberi orang yang meminta dengan nama Allah I.
Apabila ia meminta tidak pada orang tertentu, maksudnya adalah ia meminta kepada banyak orang untuk mendapat sesuatu yang ia minta.
3.      Mubah (Diperbolehkan untuk menolaknya ) .
Apabila diketahui bahwa orang yang meminta dengan nama Allah I   tersebut berdusta[3] .
E.     Hubungan hadits diatas dengan tauhid[4].
1.      Bahwasannya orang yang meminta dengan nama Allah I, maka dia telah memulyakan-Nya dan mengagungkan-Nya baik dalam rububiyah-Nya, sifat-sifat-Nya dan nama-nama-Nya, kita ketahui bahwa dalam pengagungan terhadap Allah I termasuk dari kesempurnaan tauhid. Maka barang siapa yang meminta dengan nama Allah I  maka ia telah meminta dengan mengagungkan-Nya dan demikian orang yang meminta perlindungan dengan menyebut nama Allah I   maka ia telah meminta dengan mengagungkan-Nya.
2.      Apabila seseorang diberi kebaikan oleh orang lain, maka akan timbul dalam hatinya rasa rendah diri, perasaan tenang dan ketundukan kepada pemberi tersebut, sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa tauhid seseorang tidak akan sempurna jika didalam hatinya terdapat hal yang semacam ini, sehingga kerendahan diri, perasaan tenang dan ketundukan hanya diberikan kepada Allah I   saja, sehingga untuk menghilangkan hal semacam ini rasulullah r menganjurkan kepada kita untuk membalas kebaikan dengan kebaikan yang semisalnya atau bahkan dengan yang lebih baik dari pemberian tersebut, agar tauhid kita kepada Allah I senantiasa dalam keadaan murni, sampai-sampai beliau memerintahkan kepada kita jika kita tidak mendapati sesuatu yang dapat kita berikan untuk membalas kebaikan tersebut, maka beliau menganjurkan kepada kita untuk membalas kebaikan tersebut dengan mendoakan pemberi kebaikan itu.
Wallahu a’lam bis shawab

Referensi :
1.      Al-Qur’an Al-Karim.
2.      Ahadits An-Nabawiyah .
3.      Fathul Majid Fii Syarhi Kitab At-Tauhid, Syeikh Hasan Alu Syeikh,Cetakan : Darus Salam .
4.      At-Tamhid Liisyarhil Kitab At-Tauhid, Shalih Bin Abdul Aziz Bin Shalih Alu Syeikh,Cetakan : Darut Tauhid


















[1]  . Ibnu majah .
[2]  . Bukhori .
[3] . At-Tamhid Lii Syarhil Kitab At-Tauhid,hal : 523-524 .
[4] .Ibid,hal :523 & 525

Tidak ada komentar:

Posting Komentar