A. Muqaddimah .
Pada hakikatnya meminta adalah perbuatan yang dimakruhkan atau
bahkan diharamkan dalam Islam, kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak. Dan
dianjurkan bagi seorang muslim menahan dirinya dari meminta sesuatu yang
bersifat keduniaan yang ada ditangan orang lain. Hal ini sebagaimana Rasulullah
r bersabda:
ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ
فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّوكَ
“ Zuhudlah dan zuhudlah terhadap
dunia, niscaya engkau akan dicintai oleh Allah
terhadap apa yang ada pada tangan manusia, niscaya mereka akan
mencintaimu”[1].
juga mengkabarkan kepada kita tentang tercelanya orang yang meminta-minta sebagaimana disebutkan dalam sabda beliau r :
juga mengkabarkan kepada kita tentang tercelanya orang yang meminta-minta sebagaimana disebutkan dalam sabda beliau r :
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى
يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“ Tidaklah seorang lelaki senantiasa meminta-minta hingga pada hari
kiamat kelak ia akan datang dan dengan wajah yang tak berdaging”[2].
B. Penjelasan hadits.
Dari Ibnu umar bahwasannya nabi r bersabda :
من سأل بالله فأعطوه ، ومن استعاذ بالله فأعيذوه
، ومن دعاكم فأجيبوه ، ومن صنع إليكم معروفا فكافئوه ، فإن لم تجدوا ما تكافئونه
فادعوا له حتى تروا أنكم قد كافأتموه » . رواه أبو داود والنسائي بسند صحيح .
“ Barang siapa meminta dengan menyebut nama Allah,maka
berilah,barang siapa yang meminta perlindungan dengan menyebut nama Allah,maka
lindungilah,barang siapa yang mengundangmu,maka penuhilah undangannya,dan
barangsiapa yang berbuat kebaikan kepadamu,maka balaslah kebaikannya itu
(dengan sebanding atau dengan yang lebih baik).tetapi jika kamu tidak
mendapatkan sesuatu untuk membalas kebaikannya,maka doakanlah untuknya dengan
sungguh-sungguh sampai kamu merasa bahwa kamu sudah membalas kebaikannya”. (HR. Abu Daud dan Nasa’I dengan sanad shahih)
Secara dzahir hadits di atas menunjukkan larangan menolak
permintaan orang yang meminta dengan nama Allah, akan tetapi hadits diatas
masih bersifat umum dan membutuhkan perincian yang sebagaimana yang tertulis
dalam Al-qur’an dan As-sunnah, maka jika ada seseorang yang meminta sesuatu dan ia adalah termasuk
orang yang berhak mendapatkannya, seperti seseorang meminta sesuatu yang berada
dalam baitul mal (kas negara ) maka wajib dipenuhi permintaanya, ia diberi sesuai
dengan kebutuhan dan haknya. Begitupula jika orang yang membutuhkan meminta
kepada orang mempunyai kelebihan harta, maka wajib baginya untuk memberi orang
yang meminta tersebut untuk memenuhi kebutuhannya, sesuai dengan keadaan dan
permintaannya.
Namun jika meminta kepada
orang yang tidak mempunyai kelebihan harta maka dianjurkan untuk memberikanya
sesuai dengan keadaan orang yang meminta selama tidak membahayakan dirinya dan
keluarganya. Jika orang yang meminta tersebut benar-benar dalam keadaan yang
terpaksa, maka ia wajib diberi apa yang dapat memenuhi kebutuhan daruratnya.
فأجيبوه (Barang siapa mengundangmu maka penuhilah undangannya ).
Ini adalah termasuk hak-hak seorang muslim kepada muslim yang
lainnya, sehingga jika seorang muslim diundang oleh muslim yang lainnya dan
didalamnya tidak ada kemungkaran, maka dianjurkan baginya untuk mendatanginya, sebagaimana
sabda rasulullah r :
عن أبي هريرة قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ خَمْسٌ تَجِبُ لِلْمُسْلِمِ عَلَى أَخِيهِ رَدُّ السَّلَامِ وَتَشْمِيتُ
الْعَاطِسِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ
الْجَنَائِزِ (رواه مسلم ).
“ Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah
r bersabda, “Ada lima
kewajiban bagi seorang muslim terhadap saudaranya yang muslim; menjawab salam,
mendoakan orang yang bersin, memenuhi undangan, menjenguk orang sakit dan
mengiring jenazah .(HR.Muslim )
Akan tetapi jika undangan tersebut
adalah undangan walimatul ‘ursy maka wajib baginya untuk mendatangi
undangan tersebut selama tidak ada uzur yang menghalanginya baik uzur yang datang dari diri pribadi ataupun uzur dikarenakan adanya kemungkaran dalam acara walimatul
‘ursy tersebut, sebagaimana sabda nabi r : “
Apabila seorang
di antara kamu diundang ke walimah, hendaknya ia menghadirinya." Dan sabda nabi r lagi :” Barangsiapa
yang diundang kepada walimatul ‘ursy kemudian ia tidak mendatanginya,maka ia
telah bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya”.
فَأَجِيبُوهُ
وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ (Dan
barang siapa berbuat baik kepadamu maka balaslah kebaikan kepadanya dengan
sebanding atau yang lebih baik darinya ).
Rasulullah r dalam hadits ini juga memerintahkan kepada kita untuk membalas
kebaikan baik sebanding dengan kebaikan tersebut maupun lebih baik darinya,
dikarenakan ini adalah akhlak terpuji yang dicintai oleh Allah I dan rasul-Nya, tidak ada yang meremehkan pembalasan kebaikan
kecuali orang jahat. Sebagaimana orang jahat membalas kebaikan dengan
kejahatan, hal ini banyak terjadi dikalangan masyarakat.
Hal di atas sangat berbeda dengan orang yang beriman dan bertakwa, karena
mereka membalas kejahatan dengan kebaikan dalam rangka taat kepada Allah I dan mencintai apa yang Dia cintai dan ridhoi untuk mereka, sebagaiman
firman Allah I dalam surat Al-Mukminun :
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ
نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ (96 ).
“ Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang
lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan”. (Q.s.Al-Mukminun
: 96 )
Bahkan dalam Islam sendiri menganjurkan kepada kita, jika kita
berhutang kepada seseorang maka hendaklah kita membayarnya dengan yang lebih
baik dari barang yang kita hutang tersebut, sebagaimana sabda nabi r :
فَإِنَّ مِنْ خَيْرِكُمْ أَوْ
خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً ( رواه مسلم ) .
“ Karena sesungguhnya termasuk orang yang
terbaik di antara kamu atau orang yang terbaik di antara kamu adalah yang
paling baik dalam melunasi utangnya”. (H.R.Muslim : 3003 )
فإن لم تجدوا ما تكافئونه فادعوا له (tetapi jika kamu tidak
mendapatkan sesuatu untuk membalasnya kebaikannya, maka doakanlah untuknya ).
Rasulullah
r memberikan kabar kepada kita, bahwa doa orang
yang tidak mendapatkan sesuatu untuk membalas kebaikan orang lain, adalah
merupakan balasan kebaikan yang diterima, maka seyogyanya ia berdoa sesuai
dengan perbuatan baik orang kepadanya.
حَتَّى
تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ (sampai engkau merasa bahwa engkau telah
cukup dalam membalas budinya).
Maksudnya adalah sampai kita mengira bahkan sampai kita mengetahui
bahwa doa kita tersebut benar-benar telah membalas perbuatan baik orang yang
berbuat baik kepada kita.
C.
Macam
– macam orang yang meminta.
1.
Seseorang meminta dengan cara umum yang digunakan oleh manusia
tanpa mengaitkan dengan Allah I .
Hal ini sebagaimana seseorang yang meminta kepada orang lain dengan
mengatakan “wahai fulan berilah saya sesuatu”.
2.
Meminta dengan mengaitkan permintaannya kepada Allah I .
Permintaan semacam ini ada dua jenis:
Permintaan semacam ini ada dua jenis:
1)
Meminta dengan syari’at Allah I.
Hal ini sebagimana seorang fakir yang meminta haknya secara syar’I kepada seorang yang kaya. Seperti meminta zakat, shadaqah dan yang sejenisnya.
Hal ini sebagimana seorang fakir yang meminta haknya secara syar’I kepada seorang yang kaya. Seperti meminta zakat, shadaqah dan yang sejenisnya.
2)
Meminta dengan cara menyebut atau bersumpah atas nama Allah I.
Hal ini sebagaimana seseorang yang meminta dengan menggunakan kata-kata ( أسألك بالله ) “saya meminta kepadamu atas nama Allah I ”.
Hal ini sebagaimana seseorang yang meminta dengan menggunakan kata-kata ( أسألك بالله ) “saya meminta kepadamu atas nama Allah I ”.
D. Hukum
orang yang meminta dengan nama Allah I .
Diantara ulama
ada yang berkata, “Sesungguhnya orang yang meminta dengan menggunakan nama
Allah I terkadang haram untuk ditolak dan terkadang
juga tidak wajib untuk memberinya, ini adalah pendapatnya syeikhul Islam Ibnu Taimiyah,
dalam hal ini (Hukum orang yang meminta dengan nama Allah I ) ada tiga pendapat :
1.
Orang
yang meminta dengan nama Allah I , maka haram
untuk menolaknya secara mutlak.
2.
Orang
yang meminta dengan nama Allah I , maka
disunnahkan untuk memberinya dan dimakruhkan untuk menolaknya.
3.
Orang
yang meminta dengan nama Allah I terkadang haram untuk menolaknya dan terkadang
juga tidak wajib untuk memberinya, inilah pendapat syeikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Beliau berkata wajib memberikan apa yang
diminta apabila orang tersebut meminta pada hal tertentu dan tidak meminta
kepada banyak orang agar mendapatkan sesuatu tersebut maka wajib memberinya
akan tetapi apabila ia meminta kepada banyak manusia untuk mendapatkan sesuatu
tersebut maka haram untuk memberinya, perlu dipahami bahwa “ tidak masuk
kedalam hal ini adalah orang yang fakir ”, akan tetapi jika seseorang tersebut
meminta pada sesuatu yang tidak tertentu dan dalam perkara yang tidak tertentu
maka tidak wajib untuk memberikan bahkan wajib untuk menolaknya.
Sehingga dalam hal ini terdapat rincian sebagaiberikut :
1.
Haram
menolak orang yang meminta dengan nama Allah I .
Apabila
ia meminta kepada orang tertentu terhadap permintaan tertentu, seperti jika
kita dimintai sesuatu yang mana kita
mampu untuk memberikannya maka haram bagi kita untuk menolaknya.
2.
Disunnahkan
untuk memberi orang yang meminta dengan nama Allah I.
Apabila
ia meminta tidak pada orang tertentu, maksudnya adalah ia meminta kepada banyak
orang untuk mendapat sesuatu yang ia minta.
3.
Mubah
(Diperbolehkan untuk menolaknya ) .
E.
Hubungan hadits diatas dengan tauhid[4].
1.
Bahwasannya
orang yang meminta dengan nama Allah I, maka dia telah
memulyakan-Nya dan mengagungkan-Nya baik dalam rububiyah-Nya, sifat-sifat-Nya
dan nama-nama-Nya, kita ketahui bahwa dalam pengagungan terhadap Allah I termasuk dari kesempurnaan
tauhid. Maka barang siapa yang meminta dengan nama Allah I maka ia telah meminta dengan mengagungkan-Nya
dan demikian orang yang meminta perlindungan dengan menyebut nama Allah I maka ia telah meminta dengan
mengagungkan-Nya.
2.
Apabila
seseorang diberi kebaikan oleh orang lain, maka akan timbul dalam hatinya rasa
rendah diri, perasaan tenang dan ketundukan kepada pemberi tersebut, sebagaimana
yang telah kita ketahui bahwa tauhid seseorang tidak akan sempurna jika didalam
hatinya terdapat hal yang semacam ini, sehingga kerendahan diri, perasaan
tenang dan ketundukan hanya diberikan kepada Allah I saja, sehingga untuk
menghilangkan hal semacam ini rasulullah r menganjurkan kepada kita untuk membalas kebaikan dengan kebaikan
yang semisalnya atau bahkan dengan yang lebih baik dari pemberian tersebut, agar
tauhid kita kepada Allah I senantiasa dalam keadaan murni, sampai-sampai beliau memerintahkan
kepada kita jika kita tidak mendapati sesuatu yang dapat kita berikan untuk
membalas kebaikan tersebut, maka beliau menganjurkan kepada kita untuk membalas
kebaikan tersebut dengan mendoakan pemberi kebaikan itu.
Wallahu
a’lam bis shawab
Referensi :
1.
Al-Qur’an
Al-Karim.
2.
Ahadits
An-Nabawiyah .
3.
Fathul
Majid Fii Syarhi Kitab At-Tauhid,
Syeikh Hasan Alu Syeikh,Cetakan : Darus Salam .
4.
At-Tamhid
Liisyarhil Kitab At-Tauhid, Shalih Bin
Abdul Aziz Bin Shalih Alu Syeikh,Cetakan : Darut Tauhid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar