حدثني حرملة بن يحيى أخبرنا بن وهب قال أخبرني يونس عن بن شهاب
قال أخبرني عروة بن الزبير أن حكيم بن حزام أخبره أنه قال لرسول الله` أرأيت أمورا كنت أتحنث بها
في الجاهلية هل لي فيها من شيء فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم أسلمت على ما
أسلفت من خير والتحنث التعبد
و في ر واية,أن حكيم
بن حزام z قال : يا رسولَ الله
: أرأيتَ أمُورًا كُنْتُ أتحنَّثُ بها في الجاهلية : من صلاة ، وعَتاقَة ، وصدقة ،
هل لي فيها أجرٌ ؟ قال ` : «أسْلَمتَ على ما سلَفَ لك من خير» .
وفي رواية ، قال عروة بن الزبير : إن حكيم بن حزام أعتَقَ في
الجاهلية مائة رقبة ، وحَمَلَ على مائة بعيرٍ ، فلما أسلم حَمَلَ على مائةِ بعيرٍ ،
وأعتق مائة رقبة ،ثم أتي النبي فذكر نحو حديثهم. وفي أخرى : قال حكيم بن حزام z: فوالله
لا أدَعُ شيئًا صنعتُه في الجاهلية إلا فَعَلْتُ في الإسلام مثله.
Telah bercerita kepadaku Harmalah bin Yahya telah memberi kabar kepadaku
Ibnu Wahab, ia berkata: Telah memberi kabar kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab, ia
berkata: telah memberi kabar kepadaku Urwah bin Zubair, bahwasanya Hakim bin
Hizam telah memberitahukan kepadanya, bahwa ia pernah bertanya kepada
Rasulullah ` “Bagaimana menurut anda tentang beberapa hal
yang aku lakukan sebagai ibadah pada masa jahiliyah? Apakah aku mendapatkan
sesuatu (pahala) di dalamnya?” Rasulullah ` bersabda kepada Hakim bin Ziham” (Dengan) memeluk Agama
Islam (kamu tetap mendapatkan pahala) amal kebaikan yang dulu kamu kerjakan.”
Yang dimaksud tahnnuts adalah ritual peribadatan.
Dalam riwayat lain Hakim bin Hizam berkata: Wahai Rasulullah bagaimana
menurut pendapat anda dengan beberapa ibadah yang telah aku kerjakan pada masa
jahiliyah, baik yang berupa sedekah, memerdekakan budak atau silaturahim.
Apakah aku mendapatkan pahala?. Rasulullah ` bersabda: Kamu memeluk
Islam maka kamu akan mendapatkan pahala kebaikan yang dulu pernah kamu
perbuat.”
Riwayat lain menyebutkan, Urwah bin Zubair berkata: Bahwa pada masa
jahiliyah Hakim bin Hizam telah memerdekakan seratus budak dan juga telah
bersedekah sebayak seratus ekor unta. Kemudian pada masa Islam dia kembali
memerdekakan seratus budak dan bersedekah seratus ekor unta. Lalu mendatangi
mendatangi Nabi ` dan mengatakan
sebagaimana disebutkan hadist sebelumnya. Dalam suatu riwayat Hakim bin Hizab berkata:
Demi Allah aku tidak meninggalkan sebuah amal baik yang aku kerjakan pada masa
jahiliyah, kecuali aku melakukannya pada masa Islam.
A. Takhrij Hadist
Hakim bin Hizam z adalah sahabat
yang diantara biografinya adalah bahwasanya beliau dilahirkan didalam ka’bah.
Sebagian Ulama ada yang berkata bahwa tidak pernah diketahui ada seorangpun
yang memiliki keistimewaan seperti ini dalam kelahirannya. Diantara
keistimewaan beliau yang lainnya adalah bahwasanya beliau hidup dimasa
jahiliyah selama enam puluh tahun dan hidup pada masa Islam selama enam puluh
tahun pula, yang mana beliau memeluk Islam pada tahun penakhlukan Makkah dan
meninggal di Madinah pada tahun 54 H.[1]
Hadist ini dikeluarkan oleh Bukhari 44/4 dalam kitab zakat, bab
“Barangsiapa yang bersedekah dalam keadaan mempersekutukan Allah kemudian masuk
Islam”, dalam kitab jual-beli, bab “Membeli budak dari seseorang yang
berperang, menghibahkannya dan memerdekakannya”, dalam kitab pembebasan, bab
“Pembebasan orang musyrik”, dalam kitab adab, bab “Barang siapa yang
bersilaturahim pada masa kemusyrikan kemudian masuk Islam”. Dikeluarkan oleh
Muslim no. 123 dalam kitab Iman, bab “hukum amal seorang kafir kemudian masuk
Islam setelahnya”. [2]
B. Syarah Kalimat
v Tahannust adalah melakukan ritual ibadah. Dalam
riwayat hadist yang lain, kata tahannust dimaknai dengan tabarur
yang artinya melakukan amal kebaikan, yang tidak lain adalah bentuk ketaatan.
Menurut ulama’ ahli bahasa, asal muasal kata tahannust adalah melakukan
suatu pekerjaan yang bersih dari unsur dosa. Begitu juga dengan kata ta’aststama
memiliki arti melakukan sesuatu yang
bersih dari unsur dosa, taharraja memiliki arti melakukan sesuatu yang jauh
dari unsur kesalahan, dan tahajjada memiliki arti melakukan sesuatu yang
jauh dari unsur tidur maupun kantuk.[3]
v Fil Jahiliyah maksudnya adalah sebelum
masuk Islam dan bukan sebelum adanya Islam, seakan-akan ia mengatakan pada masa
kejahiliyahanku.[4]
v Fi Syai’ maksudnya adalah pahala atau balasan
dari Allah, dan kata “syai’” (sesuatu) disini bukan sebuah keumuman,
namun untuk memperhalus kata di sisi manusia, sebagaimana disebutkan dalam
riwayat kedua dengan kata “ajr” yang artinya pahala[5]
C. Syarah Global
Sebenarnya masalah yang
terkandung dalam hadist ini adalah “Apakah seorang kafir yang masuk Islam dan
bagus kualitas Islamnya mendapatkan pahala amal baik perbuatannya yang pernah
ia kerjakan pada masa kekafirannya?
Para ulama berbeda pendapat
dalam memahami makna hadist ini. Al-Imam Abu Abdillah Al-Mazari t berkata,”Makna lahir hadist tersebut bertentangan dengan ketentuan yang
ditetapkan dalam ilmu ushul. Sebab amal perbuatan yang dilakukan orang kafir
dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah dianggap tidak sah dan bentuk
ketaatannya tidak dianggap mendapat pahala. Orang kafir yang melakukan praktek
ibadah bisa dianggap muthi’ (orang yang melakukan ketaatan), akan tetapi
dia tidak bisa dianggap mutaqarrib (orang yang mendekatkan diri kepada
Allah). Hal ini sama halnya dengan orang kafir yang melakukan praktek-praktek
yang mengarah pada keimanan. Dia dianggap sebagai muthi’ karena telah
menjalankan perintah Allah, sebab yang disebut ketaatan menurut kami adalah
melakukan perintah. Sedang dia tidak bisa dianggap sebagai seorang mutaqarrib
karena diantara syarat mutaqarrib adalah harus mengenal Dzat Yang
dijadikan sasaran untuk beribdah, padahal orang-orang kafir jelas tidak
mengenali (tidak pernah mengakui) keberadaan Allah U.
Kalau pengertiannya seperti
ini, maka hadist tersebut harus ditakwil, adapun pentkwilannya dapat diupayakan
dalam beberapa bentuk:
1.
Kamu telah
melakukan perbuatan yang baik, tentu perbuatan baik tersebut baru akan
bermanfaat bagimu ketika setelah memeluk Islam. Dengan kata lain, perbuatan
baik tersebut sebagai batu loncatan bagimu untuk melakukan amal perbuatan baik
yang lain.
2.
Dengan melakukan
amal baik tersebut, kamu telah melakukan perbuatan yang menimbulkan pujian. Dan
pujian tersebut akan tetap dikenang setelah kamu memeluk Islam.
3.
Tidak menutup
kemungkinan amal baiknya setelah memeluk Islam, akan ditambah dan pahalanya
akan semakin dilipat gandakan, karena dulu ia telah mengerjakan amal baik.
Bahkan para Ulama ada yang berpendapat bahwa orang kafir yang mengerjakan suaru
amal kebaikan, maka hukumannya akan diringankan akibat perbuatan baiknya
tersebut. Pengertian ini sebagaimana tidak jauh berbeda dengan keterangan yang
menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan orang kafir itu mendapat pahala
tambahan.[6]
Al-Qadhi ‘Iyadh t
berkata,”Ada yang mengatakan bahwa makna hadist tersebut adalah berkat amal
perbuatan baik yang telah dikerjakan seseorang pada zaman kekafirannya, maka
Allah U
memberikan hidayah kepadanya untuk memeluk Islam. Sebab sejak awal telah muncul
dalam dirinya amal kebaikan, maka hal tersebut sebagai pertanda kebahagiaan
dalam dirinya di akhir hayatnya kelak.” [7]
Barbeda dengan Ibnu Baththal dan beberapa Ulama lainnya
yang lebih memilih untuk mengartikan matan hadist ini sesuai dengan konteks
redaksionalnya. Menurut mereka, jika ada orang kafir yang masuk Islam dan
diakhir hayatnya ia meninggal dalam keadaan Muslim, maka amal baik yang dulu ia
kerjakan dimasa kekafirannya akan diberi balasan berupa pahala. Mereka
mendasarkan pendapat ini dari hadist yang diriwayatkan oleh Abu Sa’ad
Al-Khudzriyi z, ia berkata:
Rasulullah ` bersabda,
اذا أسلم الكافر فحسن اسلامه كتب الله تعالى له كل حسنة زلفها
ومحا عنه كل سيئة زلفها وكان عمله بعد الحسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف والسيئة
بمثلها الا أن يتجاوز الله سبحانه وتعالى
”Apabila ada orang kafir yang masuk Islam lantas kualitas keislamannya
kelihatan baik, maka Allah akan menulis untuknya setiap amal kebajikan yang
dulu dia kerjakan, menghapus setiap keburukannya yang dulu pernah dia kerjakan dan melipat
gandakan kebajikan yang pernah ia perbuat dengan sepuluh sampai tujuh ratus
kali lipat, sedang keburukannya akan dibalas dengan yang serupa, kecuali jika
Allah U
berkenan untuk mengampuninya”. Hadist ini disebutkan oleh Darul Quthni dalam Gharibul
Hadist Malik.
Adapun Ulama ahli fikih mengatakan bahwa “amal ibadah
orang kafir tidak dianggap sah. Dan seandainya ia memeluk Islam, maka amal
ibadahnya tersebut tidak dianggap sah.” Maka maksud dari ungakapan ini adalah
bahwa amalan orang kafir tidak dianggap menurut hukum yang berlaku didunia, bahkan
menurut pengertian ini juga, dia juga sama sekali tidak akan menerima ganjaran
diakhirat.
Refrensi:
1. Fathul Mun’in Syarh Shahih Muslim, Dr. Musa
Syahin Lasyin
2. Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi
3. Jami’ al-Ushul fi Ahadist ar-Rasa’il, Majdudin
Abu Sa’adat al-Mubarak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar